Tuesday, January 30, 2018

Cerita Dewasa Besama Tante Girang

Cerita Dewasa Besama Tante Girang - Cuaca kelihatannya cerah dengan matahari yang bersinar tapi kok tiba tiba hujan langsung turun, semua orang langsung pada berteduh yang saat itu sedang menikmati senja, keramaian langsung hilang, gerimis meningkat dan hujan deras, didepanku ada seorang awanita yang mengangkat jemuran yang banyak Kelihatannya kurang mengantisipasi akibat baru bangun tidur. Masih memakai piyama.


“Ragil, bantuin Tante dong!”

Tanpa bicara aku membantunya. Sprei, kelambu, baju, t-shirt, dan …ih, pakaian dalam.

“Bawa ke mana, Tante?”

“Sekalian ke dalam aja!”

Tante Imas berjalan di depanku. Menaiki tangga hingga lantai dua. Aku cukup puas menikmati irama pinggulnya yang kukira agak dibuat-buat. Saat menghadap ke arah terang, siluet tubuhnya jelas membayang. Seakan telanjang. Kami masuk ke rumahnya. Tante Imas menggeletakkan jemuran di sudut kamarnya, akupun mengikutinya.

“Makasih ya? Kamu mau minum apa, Ka?” tanyanya yang langsung menghentikan maksudku untuk langsung pulang.



“Apa aja deh, Tante. Asal anget.”

Kurebahkan diri di sofanya. Hmm, lumayan nyaman. Tante Imas belum mempunyai anak. Yang kutahu, suaminya, Om yang tak kutahu namanya itu hanya sekali-kali pulang. Dengar-dengar pekerjaanya sebagai pelaut. Ha ha, pelaut. Di mana mendarat, di situ membuang jangkar. Sinis sekali aku.



“Om belum pulang, Tante?” tanyaku basa-basi sambil menerima teh hangat.

“Belum, nggak tentu pulangnya. Biasanya sih, hari Minggu. Tapi hari Minggu kemarin nggak pulang juga.”

“Tante nggak kemana-mana?”

“Mau kemana, paling cuma di rumah saja. Kalau ada Ombaru pergi-pergi.”

“Eh, kamu nggak ada keperluan lain, kan?”

“Nggak, Tante,” jawabku. Mau apa aku di rumah, sendirian, di tengah hujan yang semakin lebat begini.

“Temenin Tante ya. Ngobrol.”



Kamipun terlibat dalam obrolan yang biasa saja. Sekedar ingin tahu kehidupan masing masing. Dari ucapannya, kutahu bahwa suaminya bernama Om Iwan. Jarang pulang. Yang cukup membuat darahku berdesir agak cepat adalah daster itu.



Seakan aku bisa melihat dua titik di dadanya, yang timbul tenggelam ketika kami bercengkrama. Tangan Tante Imas cukup atraktif. Entah sengaja atau tidak sering menyentuh tanganku, atau mampir di pahaku. Makin lama duduknya pun semakin dekat. Hingga…



“Ragil, mau nonton film nggak? Tante punya film bagus nih.”

Wah untunglah. Rumahku tidak mempunyai vcd player. Tante Imas menyalakan TV lalu memasang film. Dan, astaga ternyata dia benar tidak memakai BH dan celana dalam. Aku bisa melihatnya jelas karena dia cukup lama berdiri menyamping, cahaya TV membuat gaun tidurnya menjadi selaput transparan.

Bentuk payudara beserta putingnya beserta rambut di pangkal paha. Aku lebih ternganga lagi karena film itu XXX. Kembali Tante Imas duduk di sampingku, malahan lebih dekat lagi. Tangannya mengusap-usap lenganku dengan lembut.



“Filmnya bagus ya?” Bisiknya pelan.

Namun terdengar di telingaku bagaikan rayuan. Aku tak mampu menjawab karena bibir bawahku menahan ekstasi yang kuat. Entah apa yang harus kulakukan kini. Mataku tak lepas dari wanita yang merintih di film itu, yang sudah distel suaranya pelan.



Tante Imas menggenggam pergelangan tanganku. Dan, astaga. Dibawanya tanganku ke payudaranya. Didiktenya tangan ini ke daerah yang tak pernah diraRagiln sebelumnya. Begitu pula tangan kiriku. Kini masing-masing telapak tangan itu memegang rata masing-masing pasangannya, payudara.

Pandanganku masih ke arah TV. Aku tak berani menatap wajah Tante Imas. . Tak pernah aku impikan hal ini terjadi. Sementara di TV desahan si gadis yang menghadapi dua batang penis makin membuat hot suasana.

“Ragil, hadap sini dong,” ujarnya manja.



Kuhadapkan wajahku. Kulihat tatapan pengharapan di sana. Wajah Tante Imas cukup cantik, dengan kulit putih dan senyuman manis yang menghiasinya. Aku masih memegang payudara itu, hanya memegang dengan daster yang melapisinya.



Ah, tak terasa daster itu. Hanya payudara besar ini fokus pikiranku. Tanganku masih canggung, sementara ada sesuatu yang mulai menggeliat di bawah sana.



Tiba-tiba dia menghentikanku, dengan cara yang sempurna. Tangannya merengkuhku dalam pelukan, sementara bibirnya mencium lembut. Payudaranya menghimpit dadaku. Membuat dadaku berdetak hingga aku merasa bisa mendengarnya.



Ciumannya nikmat. Beda sekali sekali dengan apa yang ada di TV. Seakan ingin mengaliri dengan hangat jiwanya. Kami berciuman lama sekali, tak terasa tanganku ikut mendekapnya makin erat. Kulepaskan dekapanku untuk mulai mengontrol diri kembali. Berakhirlah sesi ciuman itu.

“Kenapa Ragil? Kamu marah ya?” tanyanya pelan.



Tapi sialan, suara-suara di TV itu kembali mengacaukanku. Melumpuhkanku lagi dalam birahi.

“Maafin Tante ya? Tante…” Wajah itu mengeluarkan prana iba untuk dikasihi.

Dia kembali menciumku, cukup hangat. Namun tak sehangat tadi kurasa. Akupun tak mengharap ciuman kasih sayang, karena dariku juga tinggal nafsu. Ciuman-ciuman itu pindah ke leher dan telinga. Ah, tak pernah kubayangkan bahwa daerah ini lebih membuatku bergidik. Akupun menirunya. Kami saling menciumi leher, bahkan Tante Imas sempat mencium keras.

“Aduh, Tante…”



Dia lalu tersenyum dan berdiri. Perlahan dia melepas daster itu, mulai dari tangannya. Satu demi satu tangan daster itu terlepas. Daster melorot, tertahan sebentar di bulatan payudaranya yang besar. Dia menarik ke bawah lagi daster itu. Terlihat payudara, tanpa BH. Putih, bulat, besar, dengan puting susu berwarna merah muda. Mulutku menganga kagum seakan ingin memakannya. Aku menelan ludah.

Diturunkannya lagi. Aku menikmati satu persatu sajian pemandangan itu. Perutnya putih dengan pinggang yang ramping. Pusarnya menjadi penghias di sana. Daster itu tertahan di pinggangnya. Oh, pantatnya menahan.



Aku semakin berdebar, ingin mempercepat proses itu, aku ingin segera melihat kemaluannya. Diturunkan lagi, dan ah… vagina itu muncul juga. Dihiasi rambut berbentuk segitiga yang tak begitu lebat. Bibir vaginanya merah segar, sedikit basah. Untuk pertama kalinya aku melihat wanita bugil. Dengan senyumnya, bangga membuatku tergakum-kagum.



“Sekarang, kamu juga buka ya?” perintahnya manja.

Aku membuka tshirtku. Tante Imas membuka celanaku, Lepas jinsku, tapi Tante Imas tak segera membukanya. Dia jongkok lalu menjilati penisku dari luar celana dalam. Tampak noda basah sperma yang makin ditambah oleh air ludah.



Penis itu makin membesar dalam celana dalam, rasanya tak enak kerena tertahan. Segera kubuka dan …hup keluarlah batang kemaluan diikuti dua bolanya. Tante Imas mengecupnya, si penis tampak membesar. Semakin tegaknya penis diikuti dengan jilatan-jilatan lidah. Uff, enak sekali.

Kini gantian tangannya yang bekerja. Pertama dirabanya semua bagian penis, lalu mulai mengocoknya. Setelah kira-kira telah utuh bentuknya, tegak dan besar, dimasukkannya ke dalam mulut. Tante Imas memandang ke atas, wajahnya berseri-seri .



“Teruskan Tante.”

Lidah Tante Imas menjilat-jilat, kadang menggelitik penisku. Lalu mulai memaju mundurkan mulutnya, seakan sebuah vagina menyetubuhi penis. Ini hebat sekali. Sekitar 15 menit permainan itu berlangsung, hingga…

“Tante, saya mau ke-luar…” kataku terengah-engah.



Tante Imas malah mempercepat kocokan mulutnya. Aku ikut memegang kepalanya. Dan keluarlah ia. Aku merasa ada 5 semprotan kencang. Tante Imas tidak melepasnya, ia menelannya.

Bahkan terus mengocok hingga habis spermanya. Lega rasanya tapi lemas badanku. Tante Imas berdiri, kemudian kami berciuman lagi.



“Sekarang gantian ya…”

Kini aku menghadapi payudara siap saji. Pertama kuraba-raba dengan kedua tanganku. Remasan itu kubuat berirama. Lalu aku mulai berkonsentrasi pada puting susu. Kutarik-tarik hingga payudaranya terbawa dan kulepaskan.



Hmm, bagaimana rasanya ya? Aku mulai menjilatinya. Enak. Jilatanku pada satu payudara sementara tangan yang lain meremas satunya. Ketika kuhisap-hisap putingnya, terasa makin mancung, mengeras, dan tebal puting itu. Kulakukan pula pada payudara satunya. Oh, ternyata jika wanita terangsang, yang ereksi adalah puting susunya. Kira-kira 5 menit aku melakukannya dengan nikmat.



Kemudian jilatanku turun, hingga vaginanya. Kucoba dengan jilatan-jilatan. Kusibakkan lagi rambut kemaluannya agar jilatan lebih sempurna. Ada seperti daging kecil yang menyembul. Yang kutahu, itu adalah klitoris. Kuhisap seperti menghisap puting susu, eh Tante Imas merintih.

“Hmm, Ragil, jangan dihisap. Geli. Tante nggak kuat.”



Dan Tente Imas benar-benar lunglai. Tubuhnya rebah ke sofa. Dia terlentang dengan paha mengangkang memperlihatkan vagina terbuka dan payudara yang berputing tegak. Aku lanjutkan lagi kegiatan ini. Makin lama kemaluannya makin basah. Jilatan dan hisapanku makin bersemangat, sementara di sana Tante meremas-remas payudaranya sendiri menahan ektasi.



Tiba-tiba pahanya mendekap kepalaku dan ..serr seperti ada aliran lendir dari vaginanya. Otot liang itu berkontraksi. Inikah orgasme, hebat sekali, dan aku melihatnya dari dekat. Tak kusia-siakan lendir yang mengalir, kuhisap dan kutelan.



Rasanya lebih enak dari sperma. Tubuh Tante Imas yang bergoyang-goyang akhirnya tenang kembali. Jepitan pahanya mulai melemah namun penisku mulai ereksi lagi. Kucium mesra vaginanya seperti aku mencium bibirnya. Tante Iya tersenyum. Bibirnya berkata “Terima kasih,” namun tak mengeluarkan suara.

Gambar di film itu merangsang kami. Wanita berpayudara besar terlentang diatas meja kantor. Diatasnya laki-laki dengan penis panjang dan besar menyetubuhi payudaranya. Tangan si wanita menekan payudaranya sendiri agar merapat, dan penis itu melewati celahnya.



Kupikir pasti asyik sekali. Aku menjilati dulu payudara Tante Imas, agar basah dan lengket. Tak lupa dengan hisapan-hisapan di putingnya. Setelah merasa cukup, aku duduk di muka payudara itu. Tante Imas merapatkan celah payudaranya.



Dia tersenyum senang. Aku mulai dengan pelan memasuki celah payudara, seakan itu adalah liang vagina. Uff, sensasinya luar biasa. Aku mulai memaju mundurkan penis dengan irama. Ujung penisku terlihat saat aku maju. Kalau klimaks, pasti spermanya sampai ke wajah Tante. Tanganku ikut memegang payudara untuk menguatkan hujaman penis. Kadang aku menarik-narik puting susu. Aku mencium bibirnya, mengangkat paha di lehernya, kemudian menyerahkan lagi penisku.



Dihisap dan jilat lagi, seperti tak puas saja. Posisiku duduk tak enak. Aku tak bisa duduk karena akan menekan lehernya, tangankupun tak bisa memaju mundurkan kepalanya. Oh, ada sandaran tangan. Empuk lagi. Apalagi kalau bukan payudara. Sambil aku meremas-remasnya, penis seperti diremas-remas juga.

Tante Imas mengeluarkan kemaluanku sebentar, mengajak posisi 69. Hm, kupikir boleh juga. Maka aku berganti posisi lagi. Tubuhku menghadap Tante Imas, tapi saling berlawanan. Penisku di mulutnya, vaginanya di mulutku.



Sampai beberapa saat kami melakukan itu. Aku tak tahu apakah Tante mendapat orgasme lagi, tapi dia sempat diam mengulum penisku, pahanya menekan rapat kepalaku, tapi tak ada cairan yang keluar.

“Ragil, berhenti dulu deh.” serunya.

Padahal aku sedang asyik dengan posisi ini. Tante Imas berdiri menuju ke dapur. Rupanya dia minum air dingin. Tante Imas datang. Membawa dua gelas air es dan menyodorkan dua tablet yang kuduga obat kuat. Kami meminumnya satu-satu. Tante memperhatikanku lalu melihat film itu.



“Kita bercumbu beneran, yuk,” ajaknya.

“Di bathtub yuk.”

Dia memegang kemaluanku seperti memegang tanganku, untuk mengajak dengan menggandeng penis itu. Kami ke kamar mandinya. Bathtub-nya cukup besar, Kami mulai lagi. Di bawah shower itu berpelukan sambil meraba dan menyabuni.



Nikmat sekali menyabuni payudaranya, senikmat disabuni penisku. Tak ada yang terlewatkan, termasuk vagina dan anus. Ketika air mulai penuh, kami berendam. Airnya tak diberi busa. Nyaman sekali. Lalu kami mulai saling merangsang, meninggikan tensi kembali. Tante Imas mengocok penisku dalam air, sementara aku meraba-raba vaginanya.



Tak berapa lama dia duduk di pinggiran bathtub. Kelihatannya dia ingin vaginanya dijilat. Aku merangkak menjilatinya. Cairannya mulai keluar lagi.

“Pakai tangan juga dong,” pintanya lanjut.



Aku menuruti saja. Kukocok dengan telunjuk kananku. Kucoba telunjuk dan jari tengah, semakin asyik. Tangan kiriku mengusap klitorisnya. Tante memejamkan matanya menahan nikmatnya. Sebelum berlanjut lebih jauh, Tante menghentikan. Membalik badannya menjadi menungging dan membuka pantatnya.

Ternyata dari tadi aku belum mengeksplorasi daerah anus. Akupun mencobanya. Kujilat anusnya, reaksi Tante mendukung. Kujilat-jilat lagi, dari anus hingga vagina. Lalu kocoba masukkan dua jariku lagi ke vaginanya dan mengocoknya. Lidahku menjilat-jilat lagi.

Daerah pantat yang menggembung berdaging kenyal seperti payudara. Akupun suka. Tante Imas menunjukkan reaksi seperti akan orgasme lagi. Desahannya mulai keras.

“Ragil, Tante mau keluar lagi nih. Cepat! Pakai penismu. Ayo masukin penismu. Cumbu Tante, Ragil,” jeritnya tertahan putus-putus.



Astaga, dirty talk sekali. Membuat aku makin terangsang. Aku siapkan penisku, walau agak bingung karena tak ada pengalaman. Tante Imas mengocok vaginanya sendiri sambil menungguku memasukkan penis. Penis sudah kuarahkan ke vagina.



“Tante, nggak bisa masuk, nih,” tanyaku bingung.

“Tekan saja yang kuat. Tapi pelan-pelan.”

Aku ikuti sarannya, tetap saja susah. Dasar pemula. Jadinya penisku hanya merangsang mulut vagina saja, mengggosok klitoris, tapi itu malah membuat Tante makin terangsang.

“Ayo masukkan, Tante sudah hampir keluar,”



Dengan tenaga penuh aku coba lagi. Dan, berhasil. Kepala penisku bisa masuk walau sempit sekali. Tante Imas bergoyang untuk meraRagiln gesekan karena klimaksnya semakin dekat. Ketika aku coba masukkan lebih dalam lanjut pantat Tante bergoyang hebat. Otot vaginanya seperti meremas-remas. Penisku yang walau baru kepalanya saja menikmati remasan vagina ini. Dan Tantepun orgasme. Setelah itu dia jatuh dan berbaring dalam bathtub. Aku sudah melepaskan penisku.

“Tante, maafin saya ya,” kataku agak menyesal.



Aku belum memasukkan seluruh penisku dalam vaginanya saat dia orgasme.

“Nggak apa-apa. Kepala penisnya sudah nikmat, koq. Ayo kita coba lagi. Sekarang penis kamu mau dikulum, nggak?” Tak usah bertanya. Ganti aku yang duduk di tepi bathtub”.

Tante merangkak dan mengulum penisku. Ah, pose seperti ini membuat aku nyaman, seakan aku yang punya kuasa. Di ujung tubuh yang merangkak itu ada pantat.

Wah, empuknya seperti payudara. Akupun menjamah dan meremas-remasnya. Kadang aku membandingkan dengan satu tangan tetap meremas pantat, tangan yang lain meremas payudara. Kenikmatan ganda. Kelihatannya Tante juga menikmati sekali.



Ombak berdebur kecil di bathtub itu. KuraRagiln penisku mulai megeluarkan tanda akan klimaks. Tumben cukup lama sekali aku bertahan. Mungkin karena obat yang diberikan Tante. Kuhentikan gerakan Tante, kuanggukkan kepalaku ke wajahnya yang masih mengulum penisku. Tante berdiri, aku mengikutinya.

Tante membuka vaginanya, aku mengarahkan penisku. Kugosok-gosokkan ke vaginanya. Kutemukan klitosinya. Seperti puting susu, kumasukkan klitoris itu ke dalam lubang penisku. Rangsangannya kuat, sampai-sampai Tante mau jatuh lagi seperti ketika klitorisnya kuhisap kuat-kuat.



Ok, sekarang aku mulai memasukkan penisku. Tante Imas menggenggam penisku, mengarahkan agar bisa masuk. Aku seperti orang bodoh yang harus diajari untuk melakukan gerakan yang kupikir semua laki-laki juga bisa. Ternyata tidak mudah. Dengan susah payah akhirnya kepala penisku masuk.

Seperti tadi, kucoba goyang maju mundur untuk membuatnya siap melanjutkan misinya. Suasana begitu sepi, mungkin sudah malam. Tapi hujan masih menetes satu-satu. Sunyi. Saat itu, tiba-tiba ada ketukan di pintu rumah. Tok…tok…tok… Dan kami diam seperti hendak dipotret saja,

“Imas…Imas, ini aku. bukain pintu dong…”, teriak seorang laki-laki.

Kami bagai tersambar geledek, mematung dalam badai. Hujan tadi berlanjut menjadi badai akibat suara itu.

“Mas Iwan…”, bisik Tante Imas pelan. Penisku langsung lemas, keluar begitu saja dari vagina yang telah susah payah berusaha dijebolnya.



“Apa yang harus kita lakukan?”

“Aku akan berpura-pura…”

“Kalau aku?”

“Sembunyi saja.” “Dimana?” Kata-kata kami meluncur cepat nyaris tak bersuara. Kami berusaha berfikir. Agak sulit, karena sedari tadi hanya menggunakan nafsu.

“Imas, kamu tidur ya? Bukain dong,” suara Om Iwan seakan detik-detik bom waktu yang siap meledak. Wajah Tante Imas sedikit cerah.

“Aku ada akal…”

“Gimana?” tanyaku tak sabar.

“Kamu di sini saja dulu. Jangan keluar sebelum kupanggil.”

Tante Imas merendam lagi dirinya dalam bathtub, kemudian keluar. Aku menutup pintu kamar mandi, tidak terlalu rapat agar bisa melihat keadaan. Kulihat Tante Imas membawa pakaianku dan menengelamkannya dalam tumpukan jemurannya.

Mengelap lagi sofa dengan dasternya, melemparkan daster itu ke tumpukan jemuran. Kemudian membuka pintu.



Apa yang dilakukannya? Dia sudah gila? Aku bisa mati jika suaminya tahu kami telah berbuat. Belum sih, tapi hanpir menyetubuhi istrinya. Lalu? {Adakah mantra untuk menghilang? Aku takut menghadapi kenyataan Saat ini Di tempat ini Dalam keadaan ini Dengan apa yang telah kulakukan.

Thursday, January 25, 2018

Diperkosa Supirku Berujung Kenikmatan


Cerita Sex - Namaku Wina, umurku sudah 29 tahun dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa. Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang.

Suamiku sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku.

Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran.

Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya.

Aku tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku.

Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar utama berada.

Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku. Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca milikku.

Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya.

Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu di sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup.

“Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.

Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku.

“Andi.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot.
“silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.

Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari.

Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku.

“Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar.
“Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet.

“Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.

DOMINO QIU QIU ONLINE TERPERCAYA

Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu.

Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka.

Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi.

“Andi.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis.

Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya.

Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku.

“Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku.
“Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu.
“Tapi saya majikan kamu Di..” kataku mencoba mengingatkan.

“Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan.
“Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku.
“Tapi malam ini Bu Wina harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli.

Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku.

Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya.

Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu.

“Aris.. jangan Di.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya.

Namun Andi, supir mesum ku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku.

“Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.

Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku.

“Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku.

Tangan Mas Andi terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli.

Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk.

Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing.

“Ouh.. Wina.. wajahmu cukup merangsang sekali Wina..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.

POKER DOMINO 99 ONLINE TERBAIK

Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya.

Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah.

“Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Andi melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku. Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan.

Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu.

“Andi.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aann.. ddiii..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya.

“Ouh.. di..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri.
“Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supir mesum ku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya.

Setelah puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Andi lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu.

“Bu Wina.., saya entot sekarang ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah. “Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku.

“Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..”
“Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya.

Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku. Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi,

Juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, “Ouhh..”

Tiba-tiba suara supir mesum ku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku.

“Sialan kamu Di!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.

Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali.

“Kamu gila Di, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku.
“Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal.
“Tenang Bu Wina.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Wina.” ucapnya dengan tenang.
“Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus.

“Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Wina enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi.

“Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Di..” ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supir mesum ku sudah lama merencanakannya.
“Bagaimana Bu Wina..?”
“Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Di..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas.
“Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku.

Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali.

“Kok ngak dijawab sich!” tanya supir mesum ku lagi.
“Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Andi!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku.
“Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku.

Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu.

Melihat tubuhku yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Andi si supir mesum ku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas.

Mata supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak kecil.



Lalu diambilnya sabun cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan.

Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku.

“Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.

Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun cair itu menjadi semakin berbusa.

Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supir mesum ku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu.

“Saya akan bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supir mesum ku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara.

Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan lagi.

Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal.

Supir mesum ku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang.

“Biar saya yang suapin Bu Wina yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya.
“Kamu yang masak Di!” tanyaku ingin tahu.
“Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Siti kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supir mesum ku.
“Ayo dicicipi!” katanya lagi.

Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga.

“Bolehkan saya memanggil Bu Wina dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue.
“Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku.
“Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.”

Kalau saya boleh manggil Mbak Wina, berarti Bu Wina eh.. salah maksudnya Mbak Wina, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta.

“Terserah kamu saja ” kataku.
“Sudah nggak capai lagi kan Mbak Wina!” sahut supir mesum ku.
“Memang kenapa!?” tanyaku.
“Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali.

Sejujurnya aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.